Mendaki Gunung Ciremai, 3078 mdpl via Palutungan, Kuningan Jawa Barat
Mendaki gunung merupakan salah
satu kegiatan di alam bebas yang menawarkan keindahan alam yang eksotis
dan juga memerlukan fisik yang prima. Untuk para sobat traveler
yang gemar naik gunung, Gunung Ciremai merupakan salah satu pilihan
yang menarik untuk dicoba. Gunung Ciremai merupakan gunung tertinggi di
Jawa Barat dengan ketinggian 3078 mdpl. Secara administratif, Gunung
Ciremai terletak di Kabupaten Cirebon, Kuningan dan Majalengka. Gunung
Ciremai masuk ke dalam kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai dan
mempunyai luas total sekitar 15.000 hektar. Gunung Ciremai sendiri memiliki tiga pintu masuk yaitu Palutungan, Linggarjati di Kuningan dan Apuy di Majalengka.
Kali ini saya mendaki Gunung
Ciremai melalui jalur Palutungan, Kuningan. Di pagi hari yang cerah,
saya bersama enam orang teman saya berangkat dari Terminal Kampung
Rambutan menuju Kuningan pukul 10.00. Bis yang kami gunakan
menuju Kuningan yaitu Setia Bangun Negara dengan harga tiket Rp. 40.000.
Perjalanan menuju Kuningan memakan waktu hingga enam jam perjalanan.
Kondisi perjalanan yang macet dan penuh hiruk pikuk truk-truk besar
mengakibatkan waktu tempuh menjadi sedikit lama dari yang seharusnya
hanya lima jam perjalanan saja. Bis Setia Bangun melaju dengan lincahnya
di tengah kemacetan jalur Pantai Utara Jawa. Dan tak terasa bis sudah memasuki daerah Kuningan dan waktu menunjukkan pukul lima sore.
Kebetulan kali ini kami
mendapatkan jemputan dari kawan-kawan mahasiswa pencinta alam
Universitas Kuningan dan menginap di sekretariatnya. Di
sekretariat yang berukuran kecil ini kami akan bermalam sebelum esok
hari mulai mendaki. Sunyi sepi di Universitas Kuningan ditemani hujan di
malam ini kami beristirahat agar esok hari fisik sudah kembali pulih
dan dapat mendaki dengan nyaman.
Dimulainya Pendakian Gunung Ciremai.
Di pagi hari, matahari mengintip
dengan malu-malu karena hujan turun dengan agak deras di Kuningan. Namun
cuaca tidak menyurutkan niat kami untuk mendaki Gunung Ciremai.
Dengan tak merubah rencana perjalanan kami segera bergegas untuk
packing kembali barang-barang yang baru saja kami beli. Angkutan umum
yang sudah kami sewa untuk menuju Resort Cigugur di mana kami akan
mendaftarkan diri untuk mendapatkan Simaksi (Surat Izin Masuk Kawasan
Konservasi) di Kantor Taman Nasional Gunung Ciremai. Tepat pukul 09.00
pagi berangkat dari sekretariat menuju Palutungan yang mana adalah
titik awal pendakian kami. Lalu lintas Kota Kuningan cukup lancar dan
di tengah perjalanan hujan pun reda. Hanya 25 menit waktu tempuh
perjalanan kami tiba di Resort Cigugur, Palutungan. Setelah mengurus
Simaksi, kami bersiap untuk mendaki gunung tertinggi di Jawa Barat ini. Sebelum mulai mendaki kami tak lupa berdoa agar pendakian ini berjalan dengan aman sampai kembali lagi di pos pertama ini.
Pukul 09.45 kami memulai
pendakian Gunung Ciremai dengan berjalan perlahan tapi konstan.
Rumah-rumah penduduk, suara sapi ternakan warga dan ladang-ladang di
kaki Gunung Ciremai menemani perjalanan kami hingga batas vegetasi
hutan. Satu jam perjalanan akhirnya kami sampai di pos pertama
yang berada di batas vegetasi. Kami beristirahat sejenak untuk menikmati
pemandangan dan mengistirahatkan kaki. Jalan menuju pos pertama dari
kantor Resort Cigugur cukup menanjak dan cukup panjang membuat di antara
kami kelelahan. Perjalanan kami lanjutkan untuk mencapai pos kedua
yaitu Cigowong. Cigowong adalah pos terakhir yang memiliki aliran air
dikarenakan letaknya yang berada di lembahan. Pendakian Gunung Ciremai
menuntut manajemen air yang efektif karena sulitnya mendapatkan sumber
air. Dari pos satu menuju pos Cigowong memakan waktu tempuh dua jam.
Medan perjalanan antar pos ini didominasi oleh jalan yang menanjak,
menuruni lembahan dan kembali naik ke punggungan. Cukup menantang untuk
mendaki gunung tertinggi ini. Sesampainya di Pos Cigowong, waktu telah
menunjukkan pukul 12.15, kami memutuskan untuk makan siang sesuai dengan
rencana perjalanan kami. Masing-masing dari kami menyiapkan makan siang
dan mengisi ulang air bekal perjalanan. Kami beristirahat untuk
mengisi perut kami yang sudah lapar. Tak lama kami beristirahat, hujan
turun dengan lebatnya, kami bergegas untuk berteduh di dalam pos.
Hujan terus turun hingga sore
hari dan hal yang tidak saya sangka, salah satu anggota tim pendakian
mengalami demam akibat kehujanan dan kelelahan. Kami memutuskan
untuk membuat camp di Pos Cigowong yang berketinggian 1450 mdpl. Segera
saya dan dua orang teman mendirikan tenda, sementara yang lain memasak
untuk makan malam. Akhirnya hujan reda saat senja datang dan kami segera
menyantap makan malam berupa sup dan ayam goreng kami agar dapat
beristirahat untuk melanjutkan pendakian esok hari. Suasana di Pos
Cigowong sangat ramai oleh para pendaki yang mendirikan tenda untuk
bermalam di sini. Malam telah datang dan kami beristirahat di dalam tenda yang hangat ini.
Hari Kedua Pendakian, Cigowong menuju Sanghyang Ropoh
Matahari naik pelan-pelan di Pos
Cigowong, suara merdu burung-burung menambah indahnya pagi ini membuat
kami semangat untuk melanjutkan pendakian. Sarapan pagi segera disiapkan
sebagai bekal energi pendakian. Seorang anggota yang sakit
saat ini sudah pulih kondisinya dan dapat melanjutkan pendakian. Camp
segera kami bereskan dan pukul 06.45 kami melanjutkan pendakian. Pos
selanjutnya adalah Kuta yang berketinggian 1575 mdpl dan cukup ditempuh
dengan waktu 20 menit saja. Perjalanan kami berlanjut hingga Pos
Pangguyangan Badak yang berada di ketinggian 1800 mdpl. Jalan yang cukup
landai dan memutar cukup membuat kami lelah. Walaupun demikian, kami
terus melanjutkan pendakian hingga pos selanjutnya yaitu Pos Arban. Di
pos yang berada di ketinggian 2050 dan cukup untuk menampung sekitar 5-6
tenda, kami beristirahat sebentar untuk bersiap menaiki “tanjakan
asoy”. Pos Arban ini berada di bawah punggungan “tanjakan asoy” dan kami harus menaiki jalan yang sangat terjal. Dari nama posnya sudah terbayang bagaimana cara menempuh “tanjakan asoy”
ini. Di tanjakan asoy ini, kami sangat bersemangat untuk melibas habis
jalur yang menanjak ini dan akhirnya kami sampai di Pos Pesanggrahan
yang berada di ketinggian 2200 mdpl. Hujan kembali turun, waktu
menunjukkan pukul 13.00, tim memutuskan untuk kembali mendirikan tenda.
Kami membagi dua tim, satu tim untuk mendirikan tenda dan satu tim
lainnya menyiapkan makan siang dan makan malam. Kami mendirikan tenda di
tengah jalur di antara Pos Pesanggrahan dan Pos Sanghyang Ropoh.
Di tengah hujan yang turun gerimis, kami beristirahat kembali untuk
melakukan summit attack dini hari nanti. Tim beristirahat pukul 19.00
sesudah menyantap makan malam dengan lahapnya.
Summit Attack Gunung Ciremai
Di tengah dinginnya malam, kami
akan summit attack ke Puncak Gunung Ciremai. Tim memutuskan untuk
membagi dua perjalanan yaitu satu tim menjaga camp dan satu tim summit attack untuk melihat sunrise di Puncak Ciremai.
Saya bersama tiga orang anggota tim mulai mendaki pukul 02.00 dengan
membawa logistik secukupnya. Perjalanan di tengah gelap gulitanya hutan,
kami tidak lupa membawa headlamp sebagai sumber cahaya kami.
Cuaca cukup cerah walaupun dinginnya udara menusuk menembus kulit.
Setelah Pos Sanghyang Ropoh di ketinggian 2650 mdpl, jalur pendakian
didominasi oleh batuan yang licin dan rawan terpeleset. Jalur pendakian
juga cukup sempit dan merupakan bekas aliran lava Gunung Ciremai saat
masih aktif. Satu jam mendaki, kami mencapai pos sebelum Goa Walet yaitu
Simpang Apuy. Simpang Apuy merupakan pertemuan dua jalur
pendakian Gunung Ciremai yaitu jalur Palutungan di Kuningan dan jalur
Apuy di Majalengka.
Di tengah dinginnya malam, pendakian kami lanjutkan menuju Goa Walet.
Beberapa anggota tim terlihat agak lelah karena terpaan udara dingin.
Batu-batuan besar di tengah jalur membuat anggota tim berhati-hati dalam
melangkah agar menghindari resiko cedera. Kemiringan jalur yang sangat
curam dan makin tipisnya oksigen membuat nafas terengah-engah. Pukul
03.30 kami mencapai Goa Walet dan beristirahat sejenak sebelum mencapai
Puncak Gunung Ciremai. Goa Walet merupakan tempat yang sebenarnya cukup
ideal untuk mendirikan camp. Tertutup dari hembusan udara dan cukup luas
untuk menampung 9-10 tenda membuat pendaki memilih camp di sini sebelum
summit attack. Dan di Goa Walet terdapat sumber air periodik yang hanya ada saat musim penghujan.
Pukul 04.00 kami langsung menuju
Puncak Gunung Ciremai dan tak berlama-lama cukup dengan 30 menit
pendakian dengan jalur yang cukup curam dan dipenuhi batuan akhirnya
kami berhasil mencapai puncak. Matahari perlahan muncul dengan
indahnya, pemandangan yang menakjubkan saya dapati ketika berada di
puncak. Sejauh mata memandang, saya dapat melihat Laut Jawa dan jejeran
Gunung Slamet, Sumbing dan Sindoro. Sungguh pemandangan yang sangat
indah ditemani matahari terbit di timur. Cuaca yang cerah membayar semua
kelelahan ini yang sebelumnya turun hujan. Di Puncak Gunung Ciremai ini
juga terdapat dua kawah biru di tengah kaldera yang menambah indahnya
panorama. Terlihat banyak pendaki yang juga menikmati suasana di Puncak Gunung Ciremai dan juga pendaki yang membuat camp di puncak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar