web widgets

Rabu, 21 Mei 2014

trek Gunung Ciremai

Mendaki Gunung Ciremai, 3078 mdpl via Palutungan, Kuningan Jawa Barat

 

Mendaki gunung merupakan salah satu kegiatan di alam bebas yang menawarkan keindahan alam yang eksotis dan juga memerlukan fisik yang prima. Untuk para sobat traveler yang gemar naik gunung, Gunung Ciremai merupakan salah satu pilihan yang menarik untuk dicoba. Gunung Ciremai merupakan gunung tertinggi di Jawa Barat dengan ketinggian 3078 mdpl. Secara administratif, Gunung Ciremai terletak di Kabupaten Cirebon, Kuningan dan Majalengka. Gunung Ciremai masuk ke dalam kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai dan mempunyai luas total sekitar 15.000 hektar. Gunung Ciremai sendiri memiliki tiga pintu masuk yaitu Palutungan, Linggarjati  di Kuningan dan Apuy di Majalengka.

Kali ini saya mendaki Gunung Ciremai melalui jalur Palutungan, Kuningan. Di pagi hari yang cerah, saya bersama enam orang teman saya berangkat dari Terminal Kampung Rambutan menuju Kuningan pukul 10.00. Bis yang kami gunakan menuju Kuningan yaitu Setia Bangun Negara dengan harga tiket Rp. 40.000. Perjalanan menuju Kuningan memakan waktu hingga enam jam perjalanan. Kondisi perjalanan yang macet dan penuh hiruk pikuk truk-truk besar mengakibatkan waktu tempuh menjadi sedikit lama dari yang seharusnya hanya lima jam perjalanan saja. Bis Setia Bangun melaju dengan lincahnya di tengah kemacetan jalur Pantai Utara Jawa. Dan tak terasa bis sudah memasuki daerah Kuningan dan waktu menunjukkan pukul lima sore.
Kebetulan kali ini kami mendapatkan jemputan dari kawan-kawan mahasiswa pencinta alam Universitas Kuningan dan menginap di sekretariatnya. Di sekretariat yang berukuran kecil ini kami akan bermalam sebelum esok hari mulai mendaki. Sunyi sepi di Universitas Kuningan ditemani hujan di malam ini kami beristirahat agar esok hari fisik sudah kembali pulih dan dapat mendaki dengan nyaman.
Dimulainya Pendakian Gunung Ciremai.
Di pagi hari, matahari mengintip dengan malu-malu karena hujan turun dengan agak deras di Kuningan. Namun cuaca tidak menyurutkan niat kami untuk mendaki Gunung Ciremai. Dengan tak merubah rencana perjalanan kami segera bergegas untuk packing kembali barang-barang yang baru saja kami beli. Angkutan umum yang sudah kami sewa untuk menuju Resort Cigugur di mana kami akan mendaftarkan diri untuk mendapatkan Simaksi (Surat Izin Masuk Kawasan Konservasi) di Kantor Taman Nasional Gunung Ciremai. Tepat pukul 09.00 pagi berangkat dari sekretariat menuju Palutungan yang mana adalah titik  awal pendakian kami. Lalu lintas Kota Kuningan cukup lancar dan di tengah perjalanan hujan pun reda. Hanya 25 menit waktu tempuh perjalanan kami tiba di Resort Cigugur, Palutungan. Setelah mengurus Simaksi, kami bersiap untuk mendaki gunung tertinggi di Jawa Barat ini. Sebelum mulai mendaki kami tak lupa berdoa agar pendakian ini berjalan dengan aman sampai kembali lagi di pos pertama ini.
Plank Jalur Palutungan di dekat Kantor Resort Cigugur. Kantor Resort Cigugur ini berada di ketinggian 1100 mdpl

Di batas vegetasi hutan Ciremai ditumbuhi pohon pinus. Cuaca cerah menambah indahnya pemandangan.
Pukul 09.45 kami memulai pendakian Gunung Ciremai dengan berjalan perlahan tapi konstan. Rumah-rumah penduduk, suara sapi ternakan warga dan ladang-ladang di kaki Gunung Ciremai menemani perjalanan kami hingga batas vegetasi hutan. Satu jam perjalanan akhirnya kami sampai di pos pertama yang berada di batas vegetasi. Kami beristirahat sejenak untuk menikmati pemandangan dan mengistirahatkan kaki. Jalan menuju pos pertama dari kantor Resort Cigugur cukup menanjak dan cukup panjang membuat di antara kami kelelahan. Perjalanan kami lanjutkan untuk mencapai pos kedua yaitu Cigowong. Cigowong adalah pos terakhir yang memiliki aliran air dikarenakan letaknya yang berada di lembahan. Pendakian Gunung Ciremai menuntut manajemen air yang efektif karena sulitnya mendapatkan sumber air. Dari pos satu menuju pos Cigowong memakan waktu tempuh dua jam. Medan perjalanan antar pos ini didominasi oleh jalan yang menanjak, menuruni lembahan dan kembali naik ke punggungan. Cukup menantang untuk mendaki gunung tertinggi ini. Sesampainya di Pos Cigowong, waktu telah menunjukkan pukul 12.15, kami memutuskan untuk makan siang sesuai dengan rencana perjalanan kami. Masing-masing dari kami menyiapkan makan siang dan mengisi ulang air bekal perjalanan. Kami beristirahat untuk mengisi perut kami yang sudah lapar. Tak lama kami beristirahat, hujan turun dengan lebatnya, kami bergegas untuk berteduh di dalam pos.
Hujan terus turun hingga sore hari dan hal yang tidak saya sangka, salah satu anggota tim pendakian mengalami demam akibat kehujanan dan kelelahan. Kami memutuskan untuk membuat camp di Pos Cigowong yang berketinggian 1450 mdpl. Segera saya dan dua orang teman mendirikan tenda, sementara yang lain memasak untuk makan malam. Akhirnya hujan reda saat senja datang dan kami segera menyantap makan malam berupa sup dan ayam goreng kami agar dapat beristirahat untuk melanjutkan pendakian esok hari. Suasana di Pos Cigowong sangat ramai oleh para pendaki yang mendirikan tenda untuk bermalam di sini. Malam telah datang dan kami beristirahat di dalam tenda yang hangat ini.
Hari Kedua Pendakian, Cigowong menuju Sanghyang Ropoh

Matahari naik pelan-pelan di Pos Cigowong, suara merdu burung-burung menambah indahnya pagi ini membuat kami semangat untuk melanjutkan pendakian. Sarapan pagi segera disiapkan sebagai bekal energi pendakian. Seorang anggota yang sakit saat ini sudah pulih kondisinya dan dapat melanjutkan pendakian. Camp segera kami bereskan dan pukul 06.45 kami melanjutkan pendakian. Pos selanjutnya adalah Kuta yang berketinggian 1575 mdpl dan cukup ditempuh dengan waktu 20 menit saja. Perjalanan kami berlanjut hingga Pos Pangguyangan Badak yang berada di ketinggian 1800 mdpl. Jalan yang cukup landai dan memutar cukup membuat kami lelah. Walaupun demikian, kami terus melanjutkan pendakian hingga pos selanjutnya yaitu Pos Arban. Di pos yang berada di ketinggian 2050 dan cukup untuk menampung sekitar 5-6 tenda, kami beristirahat sebentar untuk bersiap menaiki “tanjakan asoy”. Pos Arban ini berada di bawah punggungan “tanjakan asoy” dan kami harus menaiki jalan yang sangat terjal. Dari nama posnya sudah terbayang bagaimana cara menempuh “tanjakan asoy” ini. Di tanjakan asoy ini, kami sangat bersemangat untuk melibas habis jalur yang menanjak ini dan akhirnya kami sampai di Pos Pesanggrahan yang berada di ketinggian 2200 mdpl. Hujan kembali turun, waktu menunjukkan pukul 13.00, tim memutuskan untuk kembali mendirikan tenda. Kami membagi dua tim, satu tim untuk mendirikan tenda dan satu tim lainnya menyiapkan makan siang dan makan malam. Kami mendirikan tenda di tengah jalur di antara Pos Pesanggrahan dan Pos Sanghyang Ropoh. Di tengah hujan yang turun gerimis, kami beristirahat kembali untuk melakukan summit attack dini hari nanti. Tim beristirahat pukul 19.00 sesudah menyantap makan malam dengan lahapnya.
Summit Attack Gunung Ciremai
Di tengah dinginnya malam, kami akan summit attack ke Puncak Gunung Ciremai. Tim memutuskan untuk membagi dua perjalanan yaitu satu tim menjaga camp dan satu tim summit attack untuk melihat sunrise di Puncak Ciremai. Saya bersama tiga orang anggota tim mulai mendaki pukul 02.00 dengan membawa logistik secukupnya. Perjalanan di tengah gelap gulitanya hutan, kami tidak lupa membawa headlamp sebagai sumber cahaya kami. Cuaca cukup cerah walaupun dinginnya udara menusuk menembus kulit. Setelah Pos Sanghyang Ropoh di ketinggian 2650 mdpl, jalur pendakian didominasi oleh batuan yang licin dan rawan terpeleset. Jalur pendakian juga cukup sempit dan merupakan bekas aliran lava Gunung Ciremai saat masih aktif. Satu jam mendaki, kami mencapai pos sebelum Goa Walet yaitu Simpang Apuy. Simpang Apuy merupakan pertemuan dua jalur pendakian Gunung Ciremai yaitu jalur Palutungan di Kuningan dan jalur Apuy di Majalengka.
Di tengah dinginnya malam, pendakian kami lanjutkan menuju Goa Walet. Beberapa anggota tim terlihat agak lelah karena terpaan udara dingin. Batu-batuan besar di tengah jalur membuat anggota tim berhati-hati dalam melangkah agar menghindari resiko cedera. Kemiringan jalur yang sangat curam dan makin tipisnya oksigen membuat nafas terengah-engah. Pukul 03.30 kami mencapai Goa Walet dan beristirahat sejenak sebelum mencapai Puncak Gunung Ciremai. Goa Walet merupakan tempat yang sebenarnya cukup ideal untuk mendirikan camp. Tertutup dari hembusan udara dan cukup luas untuk menampung 9-10 tenda membuat pendaki memilih camp di sini sebelum summit attack. Dan di Goa Walet terdapat sumber air periodik yang hanya ada saat musim penghujan.

Setelah pendakian yang melelahkan, akhirnya tim berada di Puncak Gunung Ciremai.

Sunrise di Puncak Gunung Ciremai terlihat indah. Di ujung mata memandang, Gunung Sindoro, Sumbing dan Slamet dapat terlihat dengan jelas.

Indahnya pemandangan Kawah di Kaldera Puncak Gunung Ciremai menyambut pendaki setelah menempuh pendakian yang melelahkan

Gunung Ciremai menawarkan pemandangan yang sangat indah. Jika cuaca cerah, Laut Jawa dan jejeran Gunung Sindoro, Slamet dan Sumbing dapat terlihat
Pukul 04.00 kami langsung menuju Puncak Gunung Ciremai dan tak berlama-lama cukup dengan 30 menit pendakian dengan jalur yang cukup curam dan dipenuhi batuan akhirnya kami berhasil mencapai puncak. Matahari perlahan muncul dengan indahnya, pemandangan yang menakjubkan saya dapati ketika berada di puncak. Sejauh mata memandang, saya dapat melihat Laut Jawa dan jejeran Gunung Slamet, Sumbing dan Sindoro. Sungguh pemandangan yang sangat indah ditemani matahari terbit di timur. Cuaca yang cerah membayar semua kelelahan ini yang sebelumnya turun hujan. Di Puncak Gunung Ciremai ini juga terdapat dua kawah biru di tengah kaldera yang menambah indahnya panorama. Terlihat banyak pendaki yang juga menikmati suasana di Puncak Gunung Ciremai dan juga pendaki yang membuat camp di puncak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar