web widgets

Sabtu, 17 Mei 2014

GUNUNG SUMBING

GUNUNG SUMBING
17 menit menjelang perpindahan hari, saya sudah berada pada titik terjenuh dalam ruangan kotak persegi di kota yang panas ini — kosan. Kombinasi klimaks gerah dan panas; gerah menanti persertujuan tugas akhir dari pesan yang tidak kunjung dibalas dan panas melihat jejaring sosial media mulai menunjukkan gejolak, mobilisasi kalimat orang-orang yang mencari kesenangan di akhir pekan yang panjang. Tuhan itu Maha Adil, ke-iseng-an saya ternyata berbuah hasil, dengan sangat random, akhirnya 9 – 12 Mei tahun ini menjadi pelengkap cerita masa muda yang menyenangkan, 3371 mdpl adalah tujuan utamanya, trekking is everything, yes!
Gunung Sumbing – 3371 mdpl
Gunung Sumbing (3371 mdpl) merupakan gunung tertinggi kedua di Jawa Tengah setelah Gunung Slamet (3428 mdpl). Gunung ini terletak di Kabupaten Wonosobo dan Kabupaten Temanggung. Layaknya pasangan, gunung ini berdampingan dengan Gunung Sindoro, hanya dipisahkan oleh jalan raya Wonosobo – Temanggung. Sama halnya dengan Gunung Merapi dan Gunung Merbabu via Selo (gunung aja punya pasangan ya? #eh haha). Secara legal ada 4 jalur pendakian yaitu; Jalur Garung, Jalur Tedeng, Jalur Cepit dan Jalur Cengklok.
Lika-liku Jalur Garung dari Puncak Buntu
Pucuk pucuk pucuk … Jalur Lama Garung
Pendakian ini dimulai pukul 20.10 WIB. 10 menit adalah waktu yang harus ditempuh dari Basecamp Sumbing menuju Masjid Al Mansyur (simpang jalur lama dan baru – Sekretariat Stick Pala) jalurnya? — aspal mulus disambung dengan jalan rata berbatu, benar-benar rata hingga begitu licin ketika hujan. Sebenarnya saya sangat menghindari pendakian malam hari alasannya karena saya tidak bisa melihat jelas kondisi fisik jalur, selain itu alasan utamanya karena saya penakut.
Basecamp Sumbing (Dusun Garung, Desa Butuh, Kecamatan Kalikajar, Kabupaten Wonosobo)
Pos I jalur ini dikenal dengan nama Malim, waktu tempuh dari masjid dengan tempo jalan normal adalah 3 jam, kami hemat 30 menit karena tiba tepat pukul 22.40 WIB. Kondisi fisik jalur menuju Pos II Genus (2240 mdpl) adalah tanah liat, terjal dan gersang, 2 jam jalan normal. Saya akhirnya bersyukur, pendakian ini dilakukan pada malam hari yang lembab, kalau saja siang hari mungkin akan lebih berat. Awalnya kami berniat hajar’ sampai pos camp terakhir sebelum puncak, aha apa boleh buat cuma niat, kondisi fisik kami menyerah lemah pada sapaan kondisi fisik jalur, akhirnya kami memutuskan untuk membangun tenda di pos II. Pos ini cukup luas, bisa menampung 3-4 tenda kapasitas 5 orang, dan sangat disarankan karena jalur berikutnya semakin terjal.
Pos II – Genus (2240 mdpl)
Sangat disarankan setiap pendaki membawa minum lebih jika melewati Jalur Lama Garung, karena tidak ada pos air, minimal 5 L/orang. Pos ini menjadi saksi bisu kesepakatan manajemen air yang sangat ketat, saya percaya 1 prinsip ‘pendakian kering’; pelit pangkal selamat. Singkat cerita pendakian ini menyebabkan urine kuning pekat selama beberapa waktu, berbahaya namun akan lebih berbahaya jika dehidrasi tanpa air.
Perjalanan dari Genus menuju Pos III Sedlupak Roto (pertemuan Jalur Lama garung – Jalur Tedeng) dapat ditempuh selama 2 jam. Sarapan kami pagi itu kenyang dengan tanjakan terjal tanah liat — #hufh. Pos ini merupakan pelataran kapasitas 3 tenda. Awalnya perjalanan begitu kosong, tanpa canda tawa yang berarti, hanya diam, senyum, bengong tanpa makna, atau manahan haus dan lapar. Kondisi ini tidak boleh dibiarkan dalam pendakian, karena dapat menyebabkan situasi membosankan dan cepat lelah, sudah saatnya melepaskan ke-jaim-an karena baru kenal, saya mulai melakukan sejumlah ke-iseng-an untuk memecah suasana, ya begitulah.
Pos III – Sedlupak Roto
Pos berikutnya adalah Pestan (2763 mdpl) kondisi jalur yang dilalui merupakan punggungan bervegetasi tropis, masih sama — terjalnya. Waktu yang dibutuhkan ‘menyantap’ jalur ini adalah 10 menit. Pestan merupakan lokasi camp yang mampu menampung cukup banyak tenda, namun tidak disarankan karena pelataran luas tanpa pohon ini berbahaya jika badai.
Pestan (2473 mdpl) berlatar Gunung Sindoro
Jalur semakin terjal menuju Pasar Watu, sangat disarankan untuk memilih jalur trend kiri, karena jalur tengah begitu licin akibat erosi yang tinggi, waktu yang dibutuhkan dari Pestan menuju Pasar Watu adalah 25 menit. Dari pestan terlihat bukit berbatu yang menjulang tinggi, merupakan jalur menyesatkan. Untuk menuju Watu Kotak pilih jalur turun punggungan ke arah kiri, jangan ikuti jalur lurus terjal menuju bukit sesat yang berbatu.
Kondisi jalur menuju pos camp terakhir sebelum summit atau dikenal dengan Watu Kotak adalah kombinasi jalan terjal miring berbatu labil dan licin selama 35 menit. Sangat disarankan menggunakan sepatu radial tajam dan vibram, untuk memudahkan mobilisasi. Tempat ini sangat nyaman untuk berlindung dari badai karena berada dibalik tebing berbatu, namun hanya muat 2 tenda kapasitas 5 orang. Selain itu ada spot sunset yang sangat indah lengkap dengan Sindoro di depan mata.
Watu Kotak – 2763 mdpl
Sunrise Watu Kotak dan Siluet Sindoro
Saya sudah bisa memprediksi tim pendakian kali ini akan sangat solid dan dapat dipercaya. Meskipun dengan sangat meyebalkan, manajemen air berjalan dengan lancar, intinya pelit hehe. Logistik pendakian banyak, namun air terbatas, akhirnya kami hanya menyantap karbohidrat dari mie instant dan sejumlah cemilan kering, enak tapi dijamin tidak sehat, kasihan ya pencernaan. Khas pendakian, ketika api unggun menyala itu tanda curhat dimulai, keluh kesah, suka duka, keluar semua. Dari yang cerah ceria bahagia, sampai resah gundah gulana karena asmara yang susah move-on #eh menjadi perekat persahabatan. Kalau kata Ari Lasso: “Menjalin persahabatan dalam hangatnya tenda” (Mahameru – Dewa 19).
Omellete Penuh Cinta — haha :)
Summit Attack … Puncak Buntu
Setelah mendapatkan kesempatan menikmati sunset yang cerah kami tentu tidak mau melewatkan sunrise di Puncak, jam 04.00 WIB kami memulai pendakian menuju Puncak Buntu. Kondisi fisik jalur adalah batu-batu labil dengan vegetasi cantigi di kanan dan kiri jalur, sebelumnya kita akan melewati pos terakhir yaitu Tanah Putih.
Tanah Putih
Total waktu tempuh dari Watu Kotak – Puncak Buntu adalah 60 menit jalan normal. Saat menuju puncak kita akan melewati simpang menuju Puncak Buntu (kiri) dan Puncak Kawah (kanan). Dari Puncak Buntu tampak: Gunung Sindoro, Pegunungan Dieng, Gunung Slamet, Gunung Ciremei, Gunung Merapi, Gunung Merbabu, Gunung Lawu, lengkap kan?! Alhamdulillah.
Sunrise Puncak Buntu – 05.15 WIB
Pasukan Bebek … Pucuk Pucuk – Puncak Buntu
Puncak Buntu bukan puncak tertinggi Gunung Sumbing, berdasarkan keterangan porter (warga setempat) ada jalur untuk menuju Puncak Sejati. Pertama kita harus menuju Puncak Kawah, menyusuri pinggiran kawah, turun terjal mengikuti jalur menuju tanjakan vertikal ke Puncak Sejati. Dari observasi lapangan sangat dibutuhkan keahlian Rock Climbing untuk mencapai titik triangulasi sejati.
Untuk kesempatan kali ini kami hanya sampai Puncak Buntu. Secara personal, ada sedikit kekecewaan ketika melihat ada titik yang lebih tinggi dari tempat kami berdiri. Saya sempat terdiam tanpa makna beberapa menit, menatap penuh harap, kemudian tentu tetap bersyukur sudah sejauh ini. Untuk saya, ini kode ‘datang lagi suatu hari’, mungkin ke Puncak Kawah, Puncak Sejati, atau mungkin juga turun ke Kawah, InsyaAllah.
Kaki Gontai Menatap Gunung Sindoro
Haus haus haus … Jalur Baru Garung
Puncak cerah itu bonus luar biasa dalam pendakian, betah di puncak itu tambahan. Sampai saat ini, hanya ada 2 senyuman orang-orang dalam aktivitas pendakian yang paling saya sukai, senyuman bahagia berhasil sampai puncak dan senyuman tulus saat kondisi fisik lemah dan logistik minim. Alasannya tidak dapat dinarasikan dalam kata dan cerita, lewat begitu saja, suka ya suka aja. Untuk jalur turun kami memilih untuk merasakan Jalur Baru Garung, jalur ini ada di sebelah kiri jalur pestan, karena yang kanan adalah Jalur Lama Garung (view: posisi turun).
Sang Putri dan 2 Kurcaci – haha :)
‘Cinta Segitiga’ – Versi Sumbing
Perjalanan turun via Jalur Baru Garung cukup terjal, turun dengan sedikit sekali bonus, waktu tempuh normal adalah 4 jam jalan dengan tempo normal cenderung cepat sedikit berhenti. Kondisi fisik jalur pendakian licin tanah liat dan merupakan jalur air. Jalur ini sangat licin ketika hujan, sudah paling top naik jalur lama turun jalur baru. Di jalur ini hanya di pos I dan II yang cocok untuk menjadi tempat camp, selain itu terdapat sungai temporer dekat pos I, namun sayang airnya tidak layak konsumsi, untuk mencuci pun mungkin banyak bakteri, khas gunung di Indonesia, kalau air mudah dijangkau pasti keruh dan kotor. Jalur yang ‘sakit’ adalah setelah pos I ketika melewati ladang penduduk, berbatu licin dan begitu menyiksa kaki, lengkap sudah lelahnya.
Pos I Jalur Baru Garung
Sungai Temporer – Jalur Baru Garung
Alhamdulillah, pendakian kali ini berjalan lancar dan sangat menyenangkan, teman baru cerita baru, senang! Prinsip #2 Pendakian: “Jangan pernah mencari alasan untuk berbuat kebaikan, kerjakan secepat dan sebanyak yang bisa dilakukan, no reason no limit:)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar